Perumpamaan di atas saya pakai untuk mengenang pendidikan di Indonesia. Betapa lulusan pendidikan saat ini terdiri dari golongan ayam kampung dan ayam negeri.. Kenapa muncul istilah ayam kampung dan ayam negeri? Buat Anda yang belum tahu perbedaan antara keduanya, saya akan menjelaskannya..
Konon dari dahulu ayam kampung terkenal dengan kegigihannya berusaha mencari makan. Terlepas dari ada atau tidaknya pemelihara, si ayam kampung tetap sering terlihar berkeliaran mencari makan sendiri. Sejak kecil jari-jarinya sudah kebal terlatih menggali tanah untuk mencari cacing sebagai makannya. Sedangkan dagingnya, jangan salah, sekalipun kecil, si ayam kampung selalu bernilai jual tinggi. Selanjutnya mari kita perhatikan kehidupan si ayam negeri. Si ayam negeri biasanya selalu berada manis di kandangnya. Makanan yang diberikan berupa makanan olahan yang bisa dibilang siap saji. Tidak perlu kerja keras untuk menambah daging, dengan beberapa kali suntik saja terkadang beratnya melebihi si ayam kampung. Tapi yaa.. patut kita sayangkan si ayam negeri bertubuh ringkih dan jika dipasarkan, harganya selalu di bawah si ayam kampung.
Mungkin ilustrasi di atar sudah berhasil men-triger Anda mengenai konsep yang saya maksud. Hasil cetakan pendidikan Indonesia secara kuantitas jangan ditanya.. ratusan ribu orang diluluskan tiap tahunnya.. tapi lulusan yang ada ini bak ayam negeri yang nilai jualnya rendah.. Kalau merujuk kebelakang kita akan terkenang dengan pola-pola pendidikan yang pernah dilalui..
--duduk manis di kelas, siap dijelaskan bu atau pak guru, menerima semua yang diberikan (asal disuapi), pulang membawa pr (yang terkadang dikerjakan serupa seperti punya teman), menjelang kelulusan mulai pusing mengatur agar nilai bisa lolos batas minimum, akhirnya cari bimbel buat latihan soal setiap hari (fuih,, this is what I did ), sampai akhirnya lulus jadi sarjana dengan nilai baik--
Rutinitas seperti ayam negeri tersebut menghasilkan lulusan seperti ayam negeri pula --berat, berisi, tapi kualitas kurang-- waduh,,, kalau terkenang hal ini saya jadi malu,, karena mungkin saya juga salah satu ayam negeri..
Untuk menjadi ayam kampung tidak terlalu sulit, ayam kampung memang merupakan bentukan lingkungan, tapi jangan lupa, jiwa seorang ayam kampung selalu berusaha mengeksplore dan mencari sendiri makanan yang harus dia temukan (sebagai kebutuhan pokok). Kalau disejajarkan, pencarian si ayam kampung merupakan proses belajar bagi kita. Ilmu menjadi kebutuhan yang harus ditemukan sendiri. Bukan hasil suapan dari orang lain, bukan pula hasil suntikan instan (seperti latihan soal terus menerus ketika mendekati ujian). Semoga belum terlambat,, karena normalnya kebutuhan ini akan selalu di rasa sampai sebelum masuk liang lahat. Mari, dari saat ini… mulai jadi ayam kampung sejati.. :)
3 komentar:
setuju....
belajar sepanjang hayat suatu keharusan !!
haduhh.. kirain isinya bandingin kenikmatan ayam kampung dgn ayam negeri beneran. Beneran lho sy kepingin tau perbandingan dua tipe ayam beneran yang BS DIMAKAN ini :D
aih,, mas herik kya gak tauk ajah beda kenikmatannya, kan pecinta makanan :D
ayam kampung setahu saya lebih kecil dan lebih gurih dagingnya.. kalo ayam negeri,, terlalu padet jadi rasanya urang gurih,, mungkin padet karena suntikan kali yah,, walah jadi bahas makanan.. biasa, NALURI
mas,, komentar yg tentang pendidikannya dung;)
Posting Komentar