30 November 2011

Peri Cinta

aku untuk kamu, kamu untuk aku
namun semua apa mungkin iman kita yang berbeda
tuhan memang satu, kita yang tak sama
haruskah aku lantas pergi meski cinta takkan bisa pergi

Bait di atas adalah penggalan sebuah lagu. Berkisah tentang hubungan berbeda agama antara dua insan. Kisah ini mungkin banyak pula terjadi pada kehidupan nyata, dan persis dialami oleh salah seorang teman dekat saya.

Hubungan antara dua insan tidak perlu dilebih-lebihkan, terkadang memang terikat erat tanpa status. Hubungan ini berlangsung kuat dengan atau tanpa kebersamaan. Setiap individu adalah jiwa yang unik. Keinginan untuk memiliki perasaan sayang dan menyayangi merupakan naluri yang tidak bisa disangkal atau dihilangkan dengan mudah. Ketika perasaan semacam ini tumbuh tidak pada tempat atau saat yang tepat, terkadang hanya butuh logika sebagai peredam. Logika yang menahan semua rasa. Logika yang menahan cinta.

Tapi cinta yang tidak bisa pergi memang tidak pula perlu dipaksakan. Biarkan dia tetap ada. Agar dapat dikenang, betapa diri ini dapat menjadi pecinta sejati yang ikhlas dengan adanya perbedaan dan ketidakmungkinan. Ini satu-satunya jalan agar jiwa yang mencinta menjadi tenang :)

25 November 2011

Kenapa harus e-learning?

Jawaban dari pertanyaan semacam ini adalah poin pembuka ketika saya mempresentasikan konsep e-learning kepada klien. Apa saja alasan digunakannya e-learning?

1. Standar kualitas dan kompetensi.
Pernahkah terbayang oleh Anda ketika harus memberikan materi pelatihan kepada beberapa kelas peserta yang berbeda? Kemungkinan kualitas materi yang Anda sampaikan tidak 100% sama antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Studi kasus yang teringat pada kelas A belum tentu teringat dan disampaikan di kelas B. Begitu pula dengan pengalaman-pengalaman penting terkait aplikasi materi, ada pengalaman yang teringat dan disampaikan tapi tidak diberikan di kelas C karena terlupa. E-learning memberikan solusi ketika kualitas materi yang Anda berikan pada seluruh kelas memiliki standar yang sama. E-learning merangkum dan mempersembahkan kualitas dan kompetensi yang sama bagi seluruh pebelajar.

2. Cakupan Geografis yang lebih Luas
Luasnya wilayah geografis suatu negara terkadang menjadi kendala para peserta belajar untuk mendapatkan pembelajaran yang berkualitas. E-learning memberikan kesempatan bagi pebelajar yang berada jauh dari pusat pendidikan atau pelatihan.

3. Monitoring Efektivitas Program
Ketika pebelajar diberikan kesempatan untuk bebas belajar, para penyelenggara diklat biasanya mengkhawatirkan bagaimana monitoring dilakukan. Proses monitoring bukan tidak mungkin dilakukan pada pembelajaran e-learning. Justru boleh dibilang e-learning membuka kesempatan monitoring yang lebih efektif, efisien dan terbuka. Banyak management system elearning yang mengakomodasi monitoring dengan cukup baik. Tidak hanya sekedar menampilkan score keberhasilan pembelajaran, management system juga dapat memberikan kesempatan penyelengara untuk melihat aktivitas pembelajaran yang terjadi. Dalam rincian hari, jam hingga durasi pembelajaran yang dilakukan.

4. Biaya Pelatihan yang lebih Ekonomis
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Terlebih materi yang disampaikan adalah materi berulang untuk peserta yang cukup banyak. Dengan penggunaan e-learning, biaya kudapan, akomodasi (jika penyelenggaraan mengundang peserta dari daerah yang berbeda), dan biaya-biaya lainnya dapat diminimalisir.

5. Waktu Pelatihan yang Tidak Terbatas
E-learning memberikan kesempatan pembelajar agar dapat belajar dimana saja dan kapan saja. Kesempatan belajar yang tidak terbatas ini biasanya diiringi dengan pengkondisian agar terbentuknya jiwa pebelajar yang disiplin dan kritis. Disiplin dalam artian dia mempelajari seluruh materi yang diberikan dan kritis dalam menggali atau mendalami pemahamannya akan materi tersebut.

6. Jumlah Peserta yang Lebih Banyak
Jumlah peserta yang banyak terkadang menjadi kendala dalam penyelenggaraan diklat. Kurangnya tempat atau keterbatasan pemberi materi, membuat tidak dimungkinkannya jumlah peserta yang banyak diakomodir. Dengan e-learning jumlah peserta yang banyak dapat diakomodir dengan mudah. Jumlah peserta diklat yang cukup banyak dapat mempelajari materi diklat secara bersamaan.

Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, e-learning menjadi pilihan dalam penyelenggaraan diklat.

17 November 2011

e-Learning by Design

Buku ini mendarat di tangan saya setelah gelisah beberapa menit yang terasa seperti beberapa jam menunggu bu Dewi Salma membuka pintu lemari buku koleksi Jurusan KTP (Kurikulum dan Teknologi Pendidikan). Buku yang saya pegang masih edisi perdana, di mana Oktober 2011 kemarin Horton telah menerbitkan buku Edisi Keduanya dan bisa dibeli di amazon.com.

Cover depan buku Edisi Kedua Horton

Buku ini merupakan satu paket komplit yang menggali perancangan e-learning dengan detail pilihan aktivitas pembelajaran yang bisa diadopsi. Horton pada edisi pertama ini membagi aktivitas pembelajaran ke dalam beberapa kelompok: absorb-type activity; do-type activity; dan connect-type activity. Semua ini adalah aktivitas yang merangkum jenjang belajar secara keseluruhan, penggunaannya tentu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Yang membahagiakan adalah kepedulian Horton akan hal-hal detail yang sering dianggap remeh, seperti penempatan, komposisi, hingga navigasi pada e-learning dibahas rinci oleh Horton. Pengolahan topik pembelajaran juga dituntun dengan apik oleh Horton. Buat para instructional designer, buku ini sesuatu yang tidak boleh dilewatkan.

Tapi, setelah intip sedikit konten di buku keduanya, saya lebih ga sabar lagi baca edisi kedua. Di edisi kedua, Horton memberi detail tentang games dan simulasi, yang mana sangat sering digunakan pada pembelajaran dengan jenjang belajar yang lebih tinggi. Terlebih saat ini kebutuhan corporate untuk menuangkan material praktik ke dalam bentuk e-learning, saya rasa semakin tinggi. Selain itu terdapat chapter tersendiri yang membahas mobile learning.

Saya yakin Horton tidak mau ketinggalan mengkaji learning object, dan saya seperti yang saya duga, saya menemukan jawabannya di buku kedua ini. Horton says 'Topics are learning object'. Untuk pemikiran kedepannya, Horton sangat antusias dan agresif mengkaji Social Learning as a new chapter in this book. Seperti yang sedang bergema belakangan ini dimana para ahli mulai berpendapat the future of e-learning is social learning. Sepertinya Indonesia masih jauh menuju ke sana.

Tidak heran dengan jarak selang enam tahun, terbitnya buku kedua ini merangkum dan mengupas secara rinci perkembangan e-learning dan kebutuhannya yang sedemikian ragam. Tidak heran pula saya mendamba setengah mati buku kedua ini :)

:)